Mungkin pernah terlintas dalam pikiran kita, kenapa dari sumber yang sama yakni al-Qur'an dan al-Hadits lahir perbedaan hukum dalam berbagai persoalan fiqih. Bahkan terkadang bahakan sering pendapat para ulama satu dan lainnya saling bertentangan.
Hal tersebut tidak lain karena adanya beberapa sumber atau penyebab perbedaan pendapat dalam istinbatul hukmi para Fuqoha'. sumber atau penyebab perbedaaan tersebut antara lain:
Perbedaan memahami Al-Qur’an
- Adanya ayat-ayat yang musytarak (Memiliki makna ganda)
- Adanya ayat-ayat yang masih mujmal (global).
- Adanya ayat-ayat yang ‘Am (umum).
- Adanya perbedaan penafsiran cakupan lafazh.
- Adanya perbedaan penafsiran makna hakiki-majasi.
- Adanya perbedaan pendapat penggunaan mafhum.
- Perbedaan pendapat memahami ayat perintah dan larangan.
Perbedaan Memahami Hadits
- Perbedaan penilaian kesahihan sebuah hadits ahad.
- Perbedaan penilaian ke-tsiqoh-an seorang rawi.
- Perbedaan sampainya hadits kepada para Mujtahid.
- Perbedaan penafsiran matan (redaksi) suatu hadits.
- Perbedaan penerimaan hadits dhaif sebagai hujjah.
- Perbedaan perimaan hadits yang ada mukhtalif (pertentangan) dengan qiyas dan atau illat syari’ah
Perbedaan Metode Ijtihad
- Berpegang pada dalalatul Qur’an
- Menolak mafhum mukhalafah
- Lafz umum itu statusnya Qat’i selama belum ditakshiskan
- Qira'at Syazzah (bacaan Qur’an yang tidak mutawatir) dapat dijadikan dalil
- Berpegang pada hadis Nabi
-Hanya menerima hadis mutawatir dan masyhur (menolak hadis ahad kecuali diriwayatkan oleh ahli fiqh)
-Tidak hanya berpegang pada sanad hadis, tetapi juga melihat matan-nya
- Berpegang pada qaulus shahabi (ucapan atau fatwa sahabat)
- Berpegang pada Qiyas
- Mendahulukan Qiyas dari hadis ahad
- Berpegang pada istihsan (keluar dari Qiyas umum karena ada sebab khusus yang lebih kuat).
B. Imam Malik
- Nash (Kitabullah dan Sunnah yang mutawatir)
- Zhahir Nash
- Menerima mafhum mukhalafah
- Berpegang pada amal perbuatan penduduk Madinah
- Berpegang pada Hadis ahad (Beliau mendahulukan amal penduduk Madinah daripada hadis ahad)
- Qaul shahabi
- Qiyas
- Istihsan
- Mashlahah al-Mursalah (mempertimbangkan aspek kemaslahatan, contoh beliau membolehkan intimidasi dalam penyidikan tersangka kejahatan untuk mendapatkan pengakuannya).
C. Imam Syafi’i
- Qur’an dan Sunnah
Beliau menaruh kedudukan al-Qur’an dan as-Sunnah secara sejajar, karena baginya Sunnah itu merupakan wahyu ghairu matluw). Inilah salah satu alasan yang membuat Imam Syafi’i digelari “Nashirus Sunnah”. Konsekuensinya, menurut Imam Syafi’i, hukum dalam teks hadis boleh jadi menasakh hukum dalam teks Al-Qur’an dalam kasus tertentu)
- Ijma’
- hadis ahad (Imam Syafi’i lebih mendahulukan ijma’ daripada hadis ahad)
- Qiyas (berbeda dg Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i mendahulukan hadis ahad daripada Qiyas)
- Beliau tidak menggunakan fatwa sahabat, istihsan dan amal penduduk Madinah sebagai dasar ijtihadnya
- An-Nushush (al-Qur’an dan al-Hadis ditaruh sejajar. Artinya, beliau mengikuti Imam Syafi’i yang tidak menaruh Hadis dibawah al-Qur’an)
- Menolak ijma’ yang berlawanan dengan hadis Ahad (kebalikan dari Imam Syafi’i)
- Menolak Qiyas yang berlawanan dengan hadis ahad (kebalikan dari Imam Abu Hanifah)
- Berpegang pada Qaulus shahabi (fatwa sahabat)
- Ijma’
- Hadis dhaif
- Qiyas
Komentar
Posting Komentar