Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2011

Syair Gus Dur (Tanpo Waton) Bahasa Indonesia

"Bila nama besar Bung Karno tempoe doeloe –terutama di luar negeri– melebihi Indonesia atau katakanlah Indonesia adalah Bung karno dan Bung Karno adalah Indonesia, ada saatnya nama besar Gus Dur melebihi NU atau katakanlah NU adalah Gus Dur dan Gus Dur adalah NU ."( Gus Mus ) Syair " Tanpo waton " atau yang lebih kita kenal sebagai syair " Gus Dur " ini disusun oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) –rahimahullah- dua  bulan menjelang beliau wafat. Dari sumber lain juga disebutkan bahwa sebenarnya syair ini di ciptakan oleh hadratus syeikh Hasyim Asy'ari (Kakek Gus Dur) yang kemudian di kumandangkan lagi oleh Gus Dur. Isi syair berbahasa jawa ini sarat dengan nilai-nilai spiritual yang sangat patut kita resapi makna dibaliknya. Berikut adalah isi syair Gus Dur (Tanpo Waton) yang sudah saya lengkapi dengan translete(terjemah)nya dalam bahasa Indonesia dibagian bawah. Untuk file mp3 -nya bisa di download disini : ا ستغفرالله رب البرايا # استغفرالل

Kesalahan Dan Kelemahan Albani Dalam Menilai Hadits (3)

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan tentang " Kesalahan Dan Kelemahan Albani Dalam Menilai Hadits (2) "   BERBAGAI KONTRADIKSI YANG DILAKUKAN ALBANI DALAM MENILAI PERAWI HADIS No 38 : (Hal. 157 no 1 ) KANAAN IBN ABDULLAH AN-NAHMY :- Syeikh Albani berkata dalam "Shahihah, 3/481″ : "Kanaan dianggap hasan, karena ia didukung oleh Ibn Mu'in". Syeikh Albani kemudian membuat pertentangan bagi dirinya dengan mengatakan, "Hadis dhoif karena Kanaan" (Lihat Kitab "Dhoifah, 4/282″) No 39 : (Hal. 158 no. 2 ) MAJA'A IBN AL-ZUBAIR : - Syeikh Albani telah mendhoifkan Maja'a dalam "Irwaal-Ghalil, 3/242″, dengan mengatakan bahwa: " Sanad ini lemah karena Ahmad telah berkata : Tidak ada yang salah dari Maja'a, dan Daruqutni telah melemahkannya …". Syeikh Albani kemudian membuat kontradiksi lagi dalam kitab "Shahihah, 1/613″,dengan mengatakan : "Orang ini (perawi hadis) adalah terpercaya kecuali Maja

Kesalahan Dan Kelemahan Albani Dalam Menilai Hadits (2)

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan tentang " Kesalahan Dan Kelemahan Albani Dalam Menilai Hadits (1) " KELEMAHAN Syeikh Albani DALAM MENELITI HADIS (jilid 1 hal. 20) Syeikh Saqof berkata : 'Hal yang aneh dan mencengangkan adalah bahwa Syeikh Syeikh Albani banyak menyalahpahami sejumlah besar hadis para Ulama dan tidak mengindahkan mereka, diakibatkan pengetahuannya yang terbatas, baik secara langsung atau tidak langsung. Ia memuji dirinya sendiri sebagai sumber yang 'tidak terbantahkan' dan seringkali mencoba meniru para Ulama Besar dengan menggunakan sejumlah istilah seperti 'Lam aqif ala sanadih', yang artinya 'Saya tidak dapat menemukan sanadnya', atau menggunakan istilah yang serupa. Ia juga menuduh sejumlah penghafal hadis terbaik dengan tuduhan 'kurang teliti', meskipun ia sendiri (yaitu Syeikh Albani -pent) adalah contoh terbaik untuk menggambarkannya (yaitu seorang yang bermasalah tentang ketelitiannya -p

Kesalahan Dan Kelemahan Albani Dalam Menilai Hadits (1)

Albani mendloifkan sejumlah hadits Imam Bukhori dan Muslim Oleh : Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof Dalam kitab "Sharh al-Aqeedah at-Tahaweeah, hal. 27-28″ (edisi kedelapan, Maktab al-Islami) oleh Syeikh Ibn Abi Al-Izz al-Hanafi (Rahimahullah), Albani berkata bahwa hadis apapun yang datang dari koleksi Imam Bukhori dan Imam Muslim adalah Shohih, bukan karena ia diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, tetapi karena pada faktanya hadis-hadis ini memang shohih. Akan tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan apa yang ia katakan sebelumnya, setelah ia mendhoifkan sejumlah besar hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim. Baik, marilah sekarang kita melihat bukti-buktinya:  SELEKSI TERJEMAHAN DARI JILID II No. 1 : (Hal. 10 no. 1) Hadis : Nabi SAW bersabda : "Allah SWT berfirman bahwa 'Aku akan menjadi musuh dari tiga kelompok orang : 1). Orang yang bersumpah dengan nama Allah namun ia merusaknya, 2). orang yang menjual seseorang seb

Pembagian Pembahasan Dalam Fiqih

Secara umum pembahasan hukum-hukum islam dalam kitab-kitab fiqih dibagi dalam bebrapa kategori atau pengklasifikasian. Berikut ini kitab atau bab yang biasanya dibahas dalam kitab-kitab fiqih: Bagian Ibadah Kitab Taharah (Taharah dari hadas & Taharah dari najis) Kitab Kitab Shalat Kitab Janazah Kitab Zakat Kitab Zakat Fitrah Kitab Shiyam (puasa) Kitab I’tikaf Kitab Haji Kitab Jihad Kitab Aiman (sumpah) Kitab Nadar Kitab Qurban Kitab Sembelihan Kitab Berburu Kitab Aqiqah Kitab makanan dan minuman yang haram Bagian Munakahat Kitab Nikah Kitab Talak Kitab Ila’ (sumpah talak) Kitab Dhihar Kitab Li’an (mengatakan punggung istrinya sama dengan punggung ibunya) Kitab Hadlanah (yang berhak memelihara anak) Kitab Radla’i (penyusuan anak) Kitab Nafkah Kitab Nasab Kitab Ihdad (berkabung) Bagian Muamalat Madaniyah Kitab Buyu’ (jual beli) Kitab Sharfi (jual beli perhiasan) Kitab Salam (jual beli pesanan) Kitab Khiyar (pilihan untuk meneruskan atau membatalkan

Sumber Perbedaan Mujtahid

Mungkin pernah terlintas dalam pikiran kita, kenapa dari sumber yang sama yakni al-Qur'an dan al-Hadits lahir perbedaan hukum dalam berbagai persoalan fiqih. Bahkan terkadang bahakan sering pendapat para ulama satu dan lainnya saling bertentangan. Hal tersebut tidak lain karena adanya beberapa sumber atau penyebab perbedaan pendapat dalam istinbatul hukmi para Fuqoha'. sumber atau penyebab perbedaaan tersebut antara lain: Perbedaan memahami Al-Qur’an Adanya ayat-ayat yang musytarak (Memiliki makna ganda) Adanya ayat-ayat yang masih mujmal (global). Adanya ayat-ayat yang ‘Am (umum). Adanya perbedaan penafsiran cakupan lafazh. Adanya perbedaan penafsiran makna hakiki-majasi. Adanya perbedaan pendapat penggunaan mafhum. Perbedaan pendapat memahami ayat perintah dan larangan. Perbedaan Memahami Hadits Perbedaan penilaian kesahihan sebuah hadits ahad. Perbedaan penilaian ke-tsiqoh-an seorang rawi. Perbedaan sampainya hadits kepada para Mujtahid. Perbedaan penafsiran m

Pengertian Ijtihad

Menurut bahasa, kata ijtihad (bahasa Arab اجتهاد ) merupakan derivatif dari kata jahdu atau juhd. Kata al-juhd berarti al-thaqat (kesanggupan dan kemampuan) dan kata al-jahdu berarti al-masyaqat (kesulitan dan kesusahan). Dalam al-quran disebutkan: وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ artinya: "...dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka..."(at-taubah:79) Kata al-jahdu beserta seluruh derivasinya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan. Dalam pengertian inilah Nabi mengungkapkan kata-kata: "...Shallu 'alayya wajtahiduu fii ad-du'a..." artinya: "...Bacalah salawat kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam do'a..." (Sunan An-Nasa'i 1: 190, bab 52, hadis ke 1291.) Dengan demikian kata ijtihad dapat dimaknai "peng

Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H)

Imam Ahmad bin Hanbal atau yang lebih dikenal sebagai Imam Hanbali Lahir di kota Baghdad pada tahun 164 H. Ayahnya meninggal ketika beliau masih anak-anak dan kemudian dibesarkan dan diasuh oleh ibunya. Kota Baghdad pada waktu itu merupakan ibukota Kekhalifahan Bani Abbas dan merupakan gudangnya para ulama dan ilmuwan. Imam Ahmad bin Hanbal banyak berguru pada ulama-ulama di kota kelahirannya tersebut. Ketika berumur 16 tahun, pemuda Ahmad bin Hanbal pergi mengembara menuntut ilmu, terutama berburu hadits-hadits Nabi sampai ke Kufah, Basrah, Syria, Yaman, Mekkah dan Madinah. Mengenai gurunya ada puluhan orang yang semuanya adalah ulama-ulama dalam berbagai bidang ilmu. Diantara gurunya adalah Sufyan bin Uyainah, Abu Yusuf Al Qadhy dan Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i . Imam Hanbali dikenal sangat gemar dan bersemangat menuntut ilmu, berburu hadits, ahli ibadah, wara’ dan zuhud. Imam Abu Zu’rah mengatakan : “ Imam Ahmad bin Hanbal hafal lebih dari 1.000.000 (satu juta) hadit

Imam Syafi'i (150-204 H)

Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i atau yang lebih kita kenal dengan nama Imam Syafi'i adalah seorang pemuda Quraisy yang nasabnya bertemu dengan nasab Rasulullah pada Abdu Manaf, kakek generasi keempat diatas Rasulullah. Beliau lahir di Ghaza, Palestina (riwayat lain lahir di Asqalan, perbatasan dengan Mesir) pada tahun 150 H, pada tahun yang sama dengan meninggalnya Imam Abu Hanifah. Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim, diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi serba kekurangan (miskin). Beliau dikenal sebagai murid yang sangat cerdas. Pada usia tujuh tahun sudah dapat menghafal Al-Qur’an. Kemudian beliau pergi ke kampung Bani Huzail untuk mempelajari sastra Arab dari Bani Huzail yang dikenal halus bahasanya. Sampai suatu ketika beliau bertemu dengan Muslim bin Khalid Az Zanji yang menyarankan agar beliau mempelajari fiqih. Imam Syafi'i kemudian berguru kepada Imam Muslim bin Khalid Az Zanji (mufti Mekkah). Pada usia 10 tahun Imam Syafi'i sudah hafal kit